PEMERIKSAAN FISIK DADA DAN PARU
Gejala umum yang perlu diperhatikan :
• Nyeri dada
• Sesak nafas
• Mengi
• Batuk
• Sputum mengandung darah (hemoptisis)
1. INSPEKSI
1. Bentuk dada
• Normal : diameter Anterior Posterior – transversal = 1:2
• Pigeont Chest / dada burung : sternum menonjol kedepan, diameter Anterior Posterior > transversal
• Barrel Chest / dada tong : Anterior Posterior : transversal = 1:1
• Funnel Chest : anterior Posterior mengecil, sternum menonjol ke dalam
1. Ekspansi : simestris / tidak
2. Sifat pernafasan : pernafasan dada dan perut
3. Frekuensi pernafasan : 16 – 18 x/menit
18 – 20 x/menit
>20x/menit : tachypnea
<16x/menit : bradipnea
Apnea : tidak terdapatnya pernapasan (mungkin secara periodik)
1. Ritme pernafasan
• Eupnea : irama normal
• Kusmaul : cepat dan dalam
• Hiperventilasi : pernafasan dalam, kecepatan normal
• Biot’S : Cepat dan dalam, berhenti tiba2, kedalaman sama (kerusakan saraf)
• Cheyne stoke : bertahap dangkal – lebih cepat dan dalam – lambat –apnea (kerusakan saraf)
1. Retraksi interkosta : kemungkinan retraksi pada obstruksi jalan nafas
2. Orthopnea : sesak pada waktu posisi berbaring
3. Suara batuk : produktif / tidak
4. PALPASI
1. Nyeri dada tekan :kemungkinan fraktur iga
2. Kesimetrisan ekspansi dada
• Caranya : letakkan kedua telapak tangan secara datar
Bisa pada anterior, sisi dan posterior
Anjurkan tarik nafas
• Amati : normal bila gerakan tangan simetris
1. Taktil fremitus
• Caranya : -letakkan tangan sama dengan cara pemeriksaan ekspansi dada
-anjurkan pasien menyebut tujuh-tujuh / enem-enam
-rasakan getaran
• Kurang bergetar : pleura effusion, pneumothoraks
-lakukan pada seluruh permukaan dada (atas,bawah,kiri,kanan, depan,belakang)
1. PERKUSI
• Suara perkusi
o Paru normal : sonor/resonan
o Pneumothoraks : hipersonor
o Jaringan padat (jantung, hati) : pekak/datar
o Daerah yang berongga : tympani
o Batas organ
Sisi dada kiri : dari atas ke bawah ditemukan sonor/resonan- tympani : ICS 7/8 (Paru-lambung)
Sisi dada kanan : ICS 4/5 (paru-Hati)
Dinding posterior :-Supraskapularis (3-4jari di pundak) batas atas paru
-Setinggi vertebratorakal 10 garis skapula batas bawah paru
1. AUSKULTASI
• Suara / bunyi nafas vesikuler
o Terdengar disemua lapang paru normal
o Bersifat halus, nada rendah
o Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi
o Bronchovesikuler
Ruang interkostal pertama dan kedua area interskapula
Nada sedang, lebih kasar dari vesikuler
Inspirasi sama dengan ekspirasi
Bronchial
Terdengar di atas manubarium,
Bersifat kasar, nada tinggi
Inspirasi lebih pendek dari ekspirasi
Suara ucapan
Anjurkan penderita mengucapkan tujuh-tujuh berulang2 secara berisik sesudah inspirasi
Lakukan dengan intonasi yang sama kuat sambil mendengarkan secara sistematik disemua lapang paru dengan menggunakan stetoskop
Bandingkan bagian kiri dan kanan
• Suara tambahan
o Ronchi (ronchi kering)
Suara yang tidak terputus, akibat adanya getaran dalam lumen saluran pernafasan karena penyempitan : ada sekret kental/lengket
• Rales (ronchi basah)
Suara yang terputus, akibat aliran udara melewati cairan dan terdengar pada saat inspirasi
• Wheezes – wheezing
Suara terdengar akibat obstruksi jalan napas, terjadi penyempitan sehingga ekspirasi dan inspirasi terganggu, sangat jelas terdengar saat ekspirasi
PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG
Gejala umum yang perlu diperhatikan :
• Nyeri dada
• Palpitasi
• Napas pendek, dispnea, ortopnea,
• Edema
1. 1. INSPEKSI
• Ø Bentuk dada
o Normal : simetris
o Menonjol : pembesaran jantung, efusi pleura, tumor
o Ø Denyut jantung
Kekuatan denyutan : amati Apeks atau PMI (ICS 5 Midklavikula kiri)
Denyutan susah nampak bila payudara besar, dinding torak tebal, gemuk
1. 2. PALPASI
Denyut apeks ( letak dan kekuatan ), meningkat bila curah jantung besar, hipertrofi jantung
1. 3. PERKUSI
untuk menegtahui ukuran bentuk jantung secara kasar (foto rontgen), lokasi jantung akan terdengar redup
1. 4. AUSKULTASI
• Ø BJ I (S1) : penutupan katub mitral dan trikuspidalis = LUB
• Ø BJ II (S2) : penutupan katub Aorta dan Pulmonal = DUB
Jarak S1 – S2 : 1 detik atau kurang, S1 lebih keras dari S2
• Ø Tempat mendengarkan BJ :
o Mitral : linea midklavikula kiri ICS 5
o Trikuspidalis : linea sternal kiri ICS 4
o Aorta : linea sternal kanan ICS 2
o Pulmonalis : linea sternal kiri ICS 2
o Ø BJ Tambahan
o Murmur :getaran yang terjadi dalam jantung atau pembuluh darah besar yang diakibatkan oleh bertambahnya turbulensi darah / cairan
o BJ3 &BJ4
Berikut Lima Langkah Sederhana Pemeriksaan Payudara ‘Sendiri’ beserta Gambar cara pemeriksaan payudara:
Langkah 1: Mulailah dengan melihat payudara anda di cermin dengan bahu lurus dan lengan di pinggang.
Inilah yang mesti dicari:
* Apakah payudara anda memiliki ukuran, bentuk, dan warna seperti biasanya, kita harus curiga apabila payudara memiliki besar yang tidak sama atau asimetris
* Penampakan payudara rata tanpa terlihat bengkak.
Jika Anda melihat perubahan berikut, bawalah ke dokter untuk diperiksa:
* Dimpling (permukaan tertarik/cekung), puckering (kerutan), atau bengkak pada kulit
* Puting susu berubah posisi atau tertarik (terdorong dan tertarik ke dalam)
* Kemerahan, rasa nyeri, ruam, atau pembengkakan.
Langkah 2: Angkat lengan dan cari perubahan yang sama.
Langkah 3: Ketika di depan cermin cari tanda-tanda apapun cairan yang keluar/berasal dari salah satu atau kedua putting susu (ini bisa jadi cairan seperti susu, kuning atau darah).
Langkah 4: Selanjutnya, periksa payudara anda sementara berbaring, gunakan tangan kanan untuk memeriksa payudara kiri dan gunakan tangan kiri untuk memeriksa payudara kanan.
Palpasi dilakukan dengan perlahan, sentuhan lembut dengan ujung jari tangan secara bersamaan. Lakukan melingkar setiap bagian payudara.
Tekan seluruh payudara dari atas ke bawah, dari satu sisi ke sisi lain – dari bagian atas ke arah perut, dan dari ketiak ke tengah.
Mengikuti pola tersebut. Anda dapat mulai memeriksa puting susu, bergerak ke bagian yang lebih besar dan lebih besar hingga mencapai tepi luar dari payudara. Anda juga dapat memindahkan jari-jari anda secara vertikal ke atas dan ke bawah. Pastikan untuk merasakan semua jaringan dari depan sampai belakang payudara: untuk kulit dan jaringan di bawahnya, gunakan tekanan ringan. Sedangkan untuk jaringan yang lebih dalam gunakan tekanan yang kuat.
Langkah 5: Rasakan payudara anda sambil berdiri atau duduk. Banyak wanita yang menemukan cara yang mudah untuk memeriksa payudara mereka yaitu ketika kulit mereka basah dan licin dengan melakukan langkah ini di shower (sementara mandi). Menekan seluruh payudara melakukan gerakan tangan yang sama seperti dijelaskan pada Langkah 4
PEMERIKSAAN FISIK DADA (TORAKS)
PEMERIKSAAN FISIK DADA (TORAKS)
Topik :
A. inspeksi dinding dada
B. palpasi dada
C. perkusi dada
D. auskultasi dada
Pemeriksaan dada adalah untuk mendapatkan kesan dari bentuk dan fungsi dari dada dan organ di dalamnya. Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Pada pemeriksaan dada yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Posisi pasien diusahakan duduk sama tinggi dengan pemeriksa atau berbaring tergantung bagian mana yang akan diperiksa.
2. Daerah dada yang akan diperiksa harus terbuka
3. Usahakan keadaan pasien santai dan relaksasi untuk mengendorkan otot-otot, terutama otot pernapasan
4. Usahakan pemeriksa untuk tidak kontak langsung dengan pernapasan pasien, untuk menghindari penularan melalui pernapasan, caranya dengan meminta pasien memalingkan muka ke arah samping
A. INSPEKSI DINDING DADA
1. Posisi pasien duduk sama tinggi dengan pemeriksa atau berbaring
2. Bila pasien duduk, pemeriksaan pada dada depan, kedua tangan pasien diletakkan di paha atau pinggang. Untuk pemeriksaan bagian belakang dada, kedua lengan disilangkan didepan dada atau tangan kanan dibahu kiri dan tangan kiri dibahu kanan.
3. Bila pasien berbaring posisi lengan pada masing- masing sisi tubuh
4. Secara keseluruhan perhatikan bentuk dan ukuran dinding dada, deviasi, tulang iga, ruang antar iga, retraksi, pulsasi, bendungan vena dan penonjolan epigastrium.
5. Pemeriksaan dari depan perhatikan klavikula, fossa supra/infraklavikula, lokasi iga pada kedua sisi
6. Pemeriksaan dari belakang perhatikan vertebra servikalis 7, bentuk skapula, ujung bawah skapula setinggi v. torakalis 8 dan bentuk atau jalannya kolumna vertebralis
B. PALPASI DADA
1. PALPASI GERAKAN DIAFRAGMA
1. Posisi pasien berbaring terlentang menghadap pemeriksa.
2. Posisi lengan pasien disamping dan sejajar dengan badan.
3. Letakan kedua telapak tangan pemeriksa dengan merenggangkan jari-jari pada dinding dada depan bagian bawah pasien.
4. Letakkan sedemikian rupa sehingga kedua ujung ibu jari pemeriksa bertemu di ujung tulang iga depan bagian bawah.
5. Pasien diminta bernapas dalam dan kuat
6. Gerakan diafragma normal, bila tulang iga depan bagian bawah terangkat pada waktu inspirasi .
2. PALPASI POSISI TULANG IGA ( KOSTA )
1. Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa
2. Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan.
3. Lakukan palpasi dengan memakai jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan
4. Palpasilah mulai dari cekungan suprasternalis ke bawah sepanjang tulang dada
5. Carilah bagian yang paling menonjol (angulus lodovisi) kira- kira 5 cm dibawah fossa suprasternalis yaitu sudut pertemuan antara manubrium sterni dan korpus sterni dimana ujung tulang iga kedua melekat.
6. Dari angulus lodovisi, tentukan pula letak tulang iga pertama kearah atas/ superior dan untuk tulang iga ketiga dan seterusnya kearah bawah/ inferior.
3. PALPASI TULANG BELAKANG ( VERTEBRA )
1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang sambil menundukkan kepala dan pemeriksa dibelakang pasien
2. Pemeriksa melakukan palpasi dengan jari tangan kedua dan ketiga sepanjang tulang belakang bagian atas (leher bawah)
3. Rasakanlah bagian yang paling menonjol pada leher bagian bawah, inilah yang disebut prosesus spinosus servikalis ketujuh.(C7)
4. Dari prosesus servikalis spinosus ketujuh (C7), kearah superior yaitu prosesus spinosus servikalis keenam dan seterusnya. Bila kearah inferior yaitu prosesus spinosus thorakalis pertama, kedua dan seterusnya.
4. PALPASI IKTUS JANTUNG
1. Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa
2. Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan.
3. Tentukan ruang antar iga ke-5 kiri yaitu ruang antara tulang iga ke-5 dan ke-6.
4. Tentukan garis midklavikula kiri yaitu dengan menarik garis lurus yang memotong pertengahan tulang klavikula kearah inferior tubuh.
5. Tentukan letak iktus dengan telapak tangan kanan pada dinding dada setinggi ruang antar iga ke-5 digaris midklavikula
6. Apabila ada getaran pada telapak tangan, kemudian lepaskan telapak tangan dari dinding dada.
7. Untuk mempertajam getaran gunakan jari ke-2 dan ke-3 tangan kanan
8. Tentukan getaran maksimumnya, disinilah letak iktus kordis.
5. PALPASI SENSASI RASA NYERI DADA
1. Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa
2. Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan.
3. Tentukan daerah asal nyeri pada dinding dada
4. Dengan menggunakan ujung ibu jari tangan kanan tekanlah dengan perlahan tulang iga atau ruang antar iga dari luar menuju tempat asal nyeri
5. Rasa nyeri akan bertambah akibat tekanan ibu jari, nyeri dapat disebabkan fraktur tulang iga, fibrosis otot antar iga, pleuritis local dan iritasi akar syaraf
6. PALPASI PERNAPASAN DADA
1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang berhadapan dengan pemeriksa
2. Letakkan kedua telapak tangan pemeriksa pada dinding dada pasien sesuai posisi yaitu telapak tangan kanan pemeriksa ke dinding dada kiri pasien, sedangkan telapak kiri pemeriksa pada dinding dada kanan pasien
3. Letakkan jari telunjuk dibawah tulang klavikula dan jari- jari lainnya disebar sedemikian rupa sehingga masing- masing berada di tulang iga berikutnya
4. Pasien diminta bernapas dalam dan kuat dan perhatikan gerakan jari- jari
Pada orang muda jari-jari akan terangkat mulai dari atas disusul oleh jari- jari dibawahnya secara berturut-turut seperti membuka kipas. Sedangkan pada orang tua semua jari-jari bergerak bersama-sama
7. PALPASI GETARAN SUARA PARU (FREMITUS RABA)
1. Posisi pasien duduk untuk pemeriksaan dada depan dan posisi duduk kedua tangan dipaha atau dipinggang.
2. Sedangkan posisi pasien tidur miring untuk pemeriksaan dada belakang sesuai dengan keadaan pasien. Pada posisi tidur terlentang/miring kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan
3. letakkan sisi ulnar tangan kanan pemeriksa di dada kiri pasien dan sebaliknya
4. Minta pasien mengucapkan kata-kata seperti satu, dua, … dst berulang-ulang
5. Pemeriksaan dilakukan mulai dari dada atas sampai dada bawah
6. Perhatikan intensitas getaran suara dan bandingkan kanan dan kiri
Normal getaran kedua sisi sama, kecuali apeks kanan karena letaknya dekat dengan bronkus. Fremitus raba meningkat apabila terdapat konsolidasi paru, fibrosis paru selama bronkus masih tetap terbuka . Fremitus suara menurun bila ada cairan/ udara dalam pleura dan sumbatan bronkus
C. PERKUSI DADA
Tujuan untuk mengetahui batas, ukuran, posisi dan kualitas jaringan di dalamnya. Perkusi hanya menembus sedalam 5 – 7 cm, sehingga tidak dapat mendeteksi kelainan yang letaknya dalam. Lakukan perkusi secara sistimatis dari atas ke bawah dengan membandingkan kanan dan kiri.
1. PERKUSI DADA DEPAN
1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa
2. Lakukan perkusi secara dalam pada fossa supraklavikula kanan, kemudian lanjutkan kebagian dada kiri .
3. selanjutnya lokasi perkusi bergeser kebawah sekitar 2- 3 cm, Begitulah seterusnya kebawah sampai batas atas abdomen
4. Mintalah pasien untuk mengangkat kedua lengan untuk melakukan perkusi aksila dari atas kebawah di kanan dan kiri
5. Bandingkan getaran suara yang dihasilkan oleh perkusi
normal suara dada/ paru adalah sonor. Bila redup kemungkinan adanya tumor, cairan, sekret. Suara hipersonor akibat adanya udara dalam pleura.
2. PERKUSI DADA BELAKANG
1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan membelakangi pemeriksa
2. Lakukan perkusi secara dalam pada supraskapula dada belakang kanan, kemudian lanjutkan kebagian dada kiri .
3. selanjutnya lokasi perkusi bergeser kebawah sekitar 2- 3 cm, Begitulah seterusnya kebawah sampai batas atas abdomen
4. Bandingkan suara yang dihasilkan oleh perkusi dada kanan dan kiri
Suara sonor paru kanan bila diperkusi kebawah akan lebih cepat menghilang, karena adanya keredupan hati.
3. PERKUSI BATAS PARU DAN HATI
1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan disamping tubuh dan berhadapan dengan pemeriksa .
2. Lakukan perkusi pada dada kanan depan dari atas kebawah secara sistimatis.
3. posisi pasien dirubah sehingga membelakangi pemeriksa, selanjutnya lakukan perkusi pada bagian dada belakang dari atas kebawah secara sistimatis
4. Pada daerah batas paru dan hati terjadi perubahan suara, dari sonor menjadi pekak/ redup. Normal batas paru bagian depan terletak antara kosta 5 dan 6, sedangkan paru bagian belakang setinggi prosesus spinosus vertebra torakalis 10 atau 11.
D. AUSKULTASI DADA
1. AUSKULTASI PARU
Tujuan pemeriksaan auskultasi paru adalah untuk menentukan adanya perubahan dalam saluran napas dan pengembangan paru. Dengan auskultasi dapat didengarkan suara napas, suara tambahan, suara bisik dan suara percakapan.
Suara napas adalah suara yang dihasilkan aliran udara yang masuk dan keluar paru pada waktu bernapas. Pada proses pernapasan terjadi pusaran/ eddies dan benturan/ turbulensi pada bronkus dan percabangannya. Getaran dihantarkan melalui lumen dan dinding bronkus. Pusaran dan benturan lebih banyak pada waktu inspirasi/ menarik napas dibanding ekspirasi/ mengeluarkan napas, hal inilah yang menyebabkan perbedaan suara antara inspirasi dan ekspirasi. Suara napas ada 3 macam yaitu suara napas normal/ vesikuler, suara napas campuran/ bronkovesikuler dan suara napas bronkial. Suara napas vesikuler bernada rendah, terdengar lebih panjang pada fase inspirasi daripada ekspirasi dan kedua fase bersambung/ tidak ada silent gaps. Suara napas bronkial bernada tinggi dengan fase ekspirasi lebih lama daripada inspirasi dan terputus/ silent gaps. Sedangkan kombinasi suara nada tinggi dengan inspirasi dan ekspirasi yang jelas dan tidak ada silent gaps disebut bronkovesikuler/ vesikobronkial.
Suara napas vesikuler pada kedua paru normal dapat meningkat pada anak, orang kurus dan latihan jasmani,. Bila salah satu meningkat berarti ada kelainan pada salah satu paru. Suara vesikuler melemah kemungkinan adanya cairan, udara, jaringan padat pada rongga pleura dan keadaan patologi paru.
Suara napas bronkial tidak terdengar pada paru normal, baru terdengar bila paru menjadi padat, misalkan konsolidasi.
Suara napas asmatik yaitu inspirasi normal/ pendek diikuti ekspirasi lebih lama dengan nada lebih tinggi disertai wheeze.
Suara tambahan dari paru adalah suara yang tidak terdengar pada keadaan paru sehat. Suara ini timbul akibat dari adanya secret didalam saluran napas, penyempitan dari lumen saluran napas dan terbukanya acinus/ alveoli yang sebelumnya kolap. Karena banyaknya istilah suara tambahan, kita pakai saja istilah “ Ronki” yang dibagi menjadi 2 macam yaitu ronki basah dengan suara terputus- putus dan ronki kering dengan suara tidak terputus.
Ronki basah kasar seperti suara gelembung udara besar yang pecah, terdengar pada saluran napas besar bila terisi banyak secret. Ronki basah sedang seperti suara gelembung kecil yang pecah, terdengar bila adanya secret pada saluaran napas kecil dan sedang, biasanya pada bronkiektasis dan bronkopneumonia. Ronki basah halus tidak mempunyai sifat gelembung lagi, terdengar seperti gesekan rambut, biasanya pada pneumonia dini.
Ronki kering lebih mudah didengar pada fase ekspirasi, karena saluran napasnya menyempit. Ronki kering bernada tinggi disebut sibilan, terdengar mencicit/squacking, ronki kering akibat ada sumbatan saluran napas kecil disebut wheeze. Ronki kering bernada rendah akibat sumbatan sebagaian saluran napas besar disebut sonourous, terdengar seperti orang mengerang/ grouning,.
Suara tambahan lain yaitu dari gesekan pleura/ pleural friction rub yang terdengar seperti gesekan kertas, seirama dengan pernapasan dan terdengar jelas pada fase inspirasi, terutama bila stetoskop ditekan.
a. AUSKULTASI PARU DEPAN
1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa
2. tempelkan stetoskop pada dinding dada
3. Mintalah pasien menarik napas pelan-pelan dengan mulut terbuka
4. Dengarkan satu periode inspirasi dan ekspirasi
5. Mulailah dari depan diatas klavikula kiri dan teruskan kesisi dinding dada kanan
6. selanjutnya geser kebawah 2-3 cm dan seterusnya, sampai kedada bagian bawah
7. Mintalah pasien mengangkat lengan nya untuk pemeriksaan di daerah aksila kanan dan kiri
8. Bandingkan suara napas kanan dan kiri, serta dengarkan adanya suara napas tambahan
b. AULKULTASI PARU BELAKANG
1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan membelakangi pemeriksa
2. tempelkan kepala stetoskop pada supraskapula dada belakang kiri, dan dengarkan dengan seksama, kemudian lanjutkan kebagian dada kanan .
9. selanjutnya geser kebawah 2-3 cm dan seterusnya, sampai kedada bagian bawah
3. Mintalah pasien mengangkat lengan nya untuk auskultasi pada aksila posterior kanan dan kiri
4. Bandingkan getaran suara kanan dan kiri, dengarkan adanya suara napas tambahan
2. AUSKULTASI DAERAH JANTUNG
1. Posisi pasien berbaring dengan sudut 30 derajat
2. Mintalah pasien relak dan bernapas biasa
3. tempelkn kepala stetoskop pada ictus cordis dengarkan suara dasar jantung
4. Bila auskultasi dengan corong stestokop untuk daerah apek dan ruang interkosta 4 dan 5 kiri kearah sternum. Dengan membran untuk ruang interkosta 2 kiri kearah sternum
5. Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung
6. Bedakan irama systole, diastole dan intensitasnya
7. Perhatikan suara tambahan yang mungkin timbul
8. Gabungkan auskultasi dengan kualitas pulsus (denyut nadi)
9. Tentukan daerah penjalaran bising dan titik maksimumnya
PENGKAJIAN KLIEN DENGAN GANGGUAN FUNGSI KARDIOVASKULER
A. Anamnesa
Yang perlu diungkap dalam wawancara yaitu :
1. Keluhan utama : menanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan klien sehingga ia perlu pertolongan. Keluhan tersebut antara lain : sesak nafas, batuk lendir atau darah, nyeri dada, pingsan, berdebar-debar, cepat lelah dll.
2. Riwayat penyakit sekarang : menanyakan tentang perjalanan tentang timbul keluhan sehingga klien meminta pertolongan. Misalnya : sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana pertama kali keluhan timbul, apa yang sedang dilakukan ketika keluhan ini terjadi, keadan apa yang memperberat atau memperingan keluhan, adakah usaha untuk mengatasi keluhan ini sebelum meminta pertolongan, berhasil atau tidakkah usaha tersebut, dll.
3. Riwayat penyakit terdahulu : menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami sebelumnya. Misalnya : apakah klien pernah dirawat sebelumnya, dengan penyakit apa, apakah pernah mengalami sakit yang berat, dsb.
4. Riwayat keluarga : menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, serta bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan.
5. Riwayat pekerjaan : menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya.
6. Riwayat geografi : menanyakan lingkungan tempat tinggalnya.
7. Riwayat allergi : menanyakan kemungkinan adanya alergi terhadap cuaca, makanan, debu dan obat.
8. Kebiasaan social : menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, misalnya minum alcohol atau obat tertentu.
9. Kebiasaan merokok : menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang perhari dan jenis rokok.
Disamping pertanyaan-pertanyaan diatas, maka data biography juga merupakan data yang perlu diketahui, yaitu : Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku dan agama yang dianut oleh klien.
B. Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Pemeriksaan fisik kardiovaskuler adalah sebuah proses dari seorang ahli medis yang memeriksa seluruh bagian tubuh pasien yang berhubungan dengan jantung dan pembuluh darah.
1. Pemeriksaan kepala dan leher
a. Raut muka
• Bentuk mukan: bulat, lonjong dll
• Ekspresi tampak sesak, gelisah, kesakitan
• Tes syaraf dengan menyeringai, mengerutkan dahi untuk memeriksa nervus V, VII
b. Bibir
• Biru (sianosis) pada penyakit jantung bawaan TF, TGA, dll
• Pucat (anemia)
c. Mata
• Konjungtiva :
Pucat (anemia)
Ptechie (perdarahan bawah kulit/selaput lendir) pada endokarditis bacterial
• Sklera
Kuning (ikterus) pada gagal jantung kanan, penyakit hati dll.
• Kornea
Arkus senilis (garis melingkar putih/abu-abu ditepi kornea) berhubungan dengan peningkatan kolesterol/penyakit jantung koroner
• Eksopthalmus
Berhubungan dengan tirotosikosis
• Gerakan bola mata
Lateral (N. VII), medial (N.III), bawah nasal (N.IV), atas (N.III), dll.
• Reflek kornea
Kapas disentuhkan pada kornea, maka mata akan terpejam (N.V)
• Funduscopy
Yaitu pemeriksaan fundus mata dengan opthalmoscop untuk menilai kondisi pembuluh darah retina pada penderita hipertensi.
d. Tekanan Vena Jugularis (jugular Venous Pressure)
Penderita dalam posisi berbaring setengah duduk, kemudian diperhatikan :
• Denyut vena jugularis interna, denyut ini tidak bisa diraba, tetapi bisa dilihat. Akan tampak gelombang a (kontraksi atrium), gelombang c (awal kontraksi ventrikel-katup tricuspid menutup), gelombang v ( pengisian atrium-katup tricuspid masih menutup).
• Pengembungan Vena, normal setinggi manubrium sterni.
• Bila lebih tinggi daripada itu maka berarti tekanan hidrostatik atrium kanan meningkat, misalnya pada gagal jantung kanan.
e. Arteri karotis
• Palpasi :
Berdenyut keras seperti berdansa (pada insufisiensi katup aorta)
Paling tepat untuk memeriksa sirkulasi pada henti jantung
Perlu dibandingkan kiri dan kanan, untuk mengetahui adanya penyempitan pembuluh darah di daerah itu.
• Auskultasi
Bising (bruit) pada penyempitan arteri karotis, penyempitan katup aorta.
f. Kelenjar tiroid
• Inspeksi
Tengadah sedikit, telan ludah, teliti bentuk dan simetrisnya.
• Palpasi
Jari telunjuk dan tengah kedua tangan ditempatkan pada kedua sisi isthmus, pemeriksa berada dibelakang penderita. Jari tengah dan telunjuk meraba trakea dari atas kebawah, mulai dari tulang krikoid, kemudian meraba-raba kesamping mulai dari garis tengah trakea setinggi isthmus.
Teliti : bentuk, konsistensi, dan ukurannya.
• Auskultasi
Bising pada kelenjar tiroid menunjukkan vaskularisasi yang meningkat, disebabkan oleh hiperfungsi.
g. Trakea
Pemeriksa berdiri disamping kanan penderita, tempelkan jari tengah pada bagian bawah trakea. Pada perabaan keatas, kebawah dan kesamping, kedudukan trakea dapatlah ditentukan apakah ditengah, bergeser kekanan/kiri. Bila pada tiap denyut jantung trakea terasa tertarik kebawah (tanda oliver), kemungkinan ad aneurisma aorta atau tumor mediastinum.
2. Pemeriksaan fisik jantung
Atrium Kanan
Paling jauh disisi kanan (2 cm disebelah kanan tepi sternum, setinggi sendi kosto sternalis ke 3 – 6).
Ventrikel kanan
Menempati sebagian besar dari proyeksi jantung pada permukaan dada. Batas bawah adalah garis yang menghubungkan sendi kostosternalis ke 6 dengan apeks jantung.
Ventrikel Kiri
Tak begitu tampak dari depan. Daerah tepi kiri atas 1,5 cm merupakan daerah ventrikel kiri jantung merupakan garis yang menghubungkan apeks jantung dengan sendi kosto sternalis ke 2 sebelah kiri.
Atrium kiri
Letaknya paling posterior, tak terlihat dari depan kecuali sebagian kecil saja yang terletak di belakang kostosternalis kiri ke 2.
a. Inspeksi (periksa pandang)
Menentukan :
- Bentuk prekordium
- Denyut pada apeks jantung
- Denyut nadi pada dada
- Denyut vena
• Bentuk prekordium
Normal kedua belah dada simetris
Bila cekung / cembung sesisi berarti ada ppnyakit jantung / paru sesisi
Cekung
Pada perikarditis menahun, fibrosis / atelektasis paru, skoliosis, kifoskoliosis, akibat beban yang menekan dinding dada (pemahat, tukang kayu, dll.)
Cembung atau menonjol
Pada pembesaran jantung, efusi perikard, efusi fleura, tumor paru, tumor mediastinum, skoliosis, atau kifoskoliosis. Penonjolan akibat efusi fleura/ perikard merupakan penonjolan daerah intern kostalis. Penonjolan akibat kelainan jantung menahun / bawaan merupakan penonjolan iga.
Dilakukan inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring terlentang atau dalam posisi sedikit dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit ditemukan misalnya pada stenosis mitral dan pemeriksa berdiri disebelah kanan penderita.
Memperhatikan bentuk prekordial apakah normal, mengalami depresi atau ada penonjolan asimetris yang disebabkan pembesaran jantung sejak kecil. Hipertropi dan dilatasi ventrikel kiri dan kanan dapat terjadi akibat kelainan kongenital.
Mencari pungtum maksimum, Inspirasi dalam dapat mengakibatkan paru-paru menutupi jantung, sehingga pungtum maksimumnya menghilang, suatu variasi yang khususnya ditemukan pada penderita emfisema paru. Oleh kerena itu menghilangnya pungtum maksimum pada inspirasi tidak berarti bahwa jantung tidak bergerak bebas. Pembesaran ventrikel kiri akan menggeser pungtum maksimum kearah kiri, sehingga akan berada diluar garis midklavikula dan kebawah. Efusi pleura kanan akan memindahkan pungtum maksimum ke aksila kiri sedangkan efusi pleura kiri akan menggeser kekanan. Perlekatan pleura, tumor mediastinum, atelektasis dan pneumotoraks akan menyebabkan terjadi pemindahan yang sama. Kecepatan denyut jantung juga diperhatikan, meningkat pada berbagai keadaan seperti hipertiroidisme, anemia, demam.
• Denyut di apeks jantung (ictus cordis)
Pada umumnya denyut jantung tampak didaerah apeks. Pemeriksaan dilakukan sambil penderita berbaring atau duduk dengan sedikit membungkuk. Normal dewasa : terletak di ruang sela iga ke 4 kiri 2 – 3 cm dari garis mid klavikularis. Daerah yang berdenyut seluas kuku ibu jari. Normal anak : terletak diruang sela iga ke 4 kiri. Bila denyut berada di belakang tulang iga payudara besar, dinding toraks tebal, emfisema, efusi perikard maka denyut terseebut tak tampak.
Denyut apeks tergeser ke samping kiri pada keadaan patologis, misalnya : penyakit jantung, skoliosis/kifoskoliosis, efusi fleura, pneumothorak, tumor mediastinum, abdomen membuncit (asites, hamil, dll.)
• Denyut nadi pada dada
Timbul denyutan di sela iga 2 kanan aneurisme aorta.
Timbul denyutan di sela iga 2 kiri :dilatasi arteri pulmonalis (PDA, aneurisme a. pulmonalis), aneurisme aorta desenden.
Retraksi (tarikan kedalam) di prekordium seirama dengan systole pada perikarditis adesiva, insufisiensi tricuspid/aorta.
• Denyut vena
Vena didada dan punggung tak tampak denyutannya. Yang kelihatan berdenyut hanya vena jugularis interna dan eksterna.
b. Palpasi (periksa raba)
Pada palpasi jantung, telapak tangan diletakkan diatas prekordium dan dilakukan perabaan diatas iktus kordis (apical impulse) Lokasi point of masksimal impulse , normal terletak pada ruang sela iga (RSI) V kira-kira 1 jari medial dari garis midklavikular (medial dari apeks anatomis). Pada bentuk dada yang panjang dan gepeng, iktus kordis terdapat pada RSI VI medial dari garis midklavikular, sedang pada bentuk dada yang lebih pendek lebar, letak iktus kordis agak ke lateral. Pada keadaan normal lebar iktus kordis yang teraba adalah 1-2 cm2.
Bila kekuatan volum dan kualitas jantung meningkat maka terjadi systolic lift, systolic heaving, dan dalam keadaan ini daerah iktus kordis akan teraba lebih melebar. Getaranan bising yang ditimbulkan dapat teraba misalnya pada Duktus Arteriosis Persisten (DAP) kecil berupa getaran bising di sela iga kiri sternum
Urutan palpasi
• Teliti denyutan dan getaran (thrill) di prekordium
• Teliti pergerakan trakea
Denyut Apeks
Normal di sela iga ke 5 (2-3 cm medial garis mid klavikularis). Bisa tak teraba oleh karena kegemukan, dinding thoraks tebal, emfisema,dll.
Meningkat bila curah jantung besar misalnya pada insufisiensi aorta / mitral
Sedikit meningkat pada hipertensi dan stenosis aorta.
Getaran (thrill)
Bising jantung yang keras (derajat IV/6 atau lebih) akan teraba sebagai getaran pada palpasi.
Lokasi di sela iga 2 kiri sternum, misalnya pada pulmonal stenosis.
Lokasi di sela iga 4 kiri sternum misalnya pada Ventrikular Septal Depect.
Lokasi di sela-sela iga 2 kanan sternum (basis) misalnya pada Aortik stenosis
Lokasi di apeks - diastole : pada Mitral Stenosis, sistol : Mitral Insufisiensi.
Getaran tersebut lebih mudah diraba bila penderita membungkuk kedepan, dengan napas ditahan waktu ekspirasi, kecuali getaran MS yang lebih mudah teraba bila penderita berbaring pada sisi kiri.
Gerakan Trakea
Anatomi trakea berhubungan dengan arkus aorta, karenanya trakea perlu diperiksa. Pada aneurisma aorta denyutnya akan menjalar ke trakea, dan denyutan ini dapat diraba.
Cara : pemeriksa berdiri dibelakang penderita dan kedua jari telunjuk diletakkan pada trakea sedikit dibawah krikoid. Kemudian larings dan trakea diangkat ke atas oleh kedua telunjuk itu. Jika ada aneurisma aorta, tiap kali jantung berdenyut terasa oleh kedua jari telunjuk bahwa trakea dan laring tertarik ke bawah.
c. Perkusi (periksa ketuk)
Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang interkostal III/IV pada garis parasternal kiri pekak jantung relatif dan pekak jantung absolut perlu dicari untuk menentukan gambaran besarnya jantung. Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar kekiri dan ke kanan. Dilatasi ventrikel kiri menyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-bawah. Pinggang jantung merupakan batas pekak jantung pada RSI III pada garis parasternal kiri.
Kardiomegali dapat dijumpai pada atlit, gagal jantung, hipertensi, penyakit jantung koroner, infark miokard akut, perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, regurgitasi tricuspid, insufisiensi aorta, ventrikel septal defect sedang, tirotoksikosis, Hipertrofi atrium kiri menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol kearah lateral. Pada hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan dan/atau ke kiri atas. Pada perikarditis pekat jantung absolut melebar ke kanan dan ke kiri. Pada emfisema paru, pekak jantung mengecil bahkan dapat menghilang pada emfisema paru yang berat, sehingga batas jantung dalam keadaan tersebut sukar ditentukan.
d. Auskultasi (periksa bunyi)
Auskultasi ialah merupakan cara pemeriksaan dengan mendengar bunyi akibat vibrasi (getaran suara) yang ditimbulkan karena kejadian dan kegiatan jantung dan kejadian hemodinamik darah dalam jantung.
Alat yang digunakan ialah stetoskop yang terdiri atas earpiece, tubing dan chespiece. Macam-macam ches piece yaitu bowel type dengan membran, digunakan terutama untuk mendengar bunyi dengan frekuensi nada yang tinggi; bel type, digunakan untuk mendengar bunyi-bunyi dengan frekuensi yang lebih rendah.
Beberapa aspek bunyi yang perlu diperhatikan :
a) Nada berhubungan dengan frekuensi tinggi rendahnya getaran.
b) Kerasnya (intensitas), berhubungan dengan ampitudo gelombang suara.
c) Kualitas bunyi dihubungkan dengan timbre yaitu jumlah nada dasar dengan bermacam-macam jenis vibrasi bunyi yang menjadi komponen-komponen bunyi yang terdengar. Selain bunyi jantung pada auskultasi dapat juga terdengar bunyi akibat kejadian hemodemanik darah yang dikenal sebagai desiran atau bising jantung
Waktu kedua atrium kontraksi darah dialirkan ke dua ventrikel, disebelah kanan melewati katup tricuspid, sedang disebelah kiri melewati katup mitral. Kemudian kedua ventrikel berkontraksi dan darah dipindahkan dari ventrikel kanan ke a. pulmonalis, sedang dari ventrikel kiri ke aorta. Permulaan kontraksi ventrikel (sistolik) terjadi waktu katup mitral dan tricuspid menutup, dimana kedua katup ini terbuka selama atrium berkontraksi. Permulaan relaksasi ventrikel (diastole) terjadi waktu katup aorta dan pulmonal menutup, yang selama ventrikel berkontraksi tetap terbuka.
Arteri karotis berdenyut segera setelah sistolik ventrikel, kemudian disusul oleh denyutan a. radialis. Jadi hendaknya denyut a. karotis yang dijadikan pegangan untuk menentukan sistolik ventrikel.
• Katup pulmonal
Persambungan iga 3 kiri dengan sternum
• Katup aorta
Pada sternum, lebih rendah dan lebih medial daripada katup pulmonal.
• Katup mitral
Pada sternum, dekat batas atas sendi antara iga 4 dengan sternum.
• Katup tricuspid
Pada sternum (arah menyilang sternum), sesuai garis penghubung proyeksi katup mitral dengan sendi antara sternum dengan iga kanan ke 5.
Bila ada kelainan jantung proyeksi katup berpindah, misalnya stenosis mitral maka katup mitral bergerak ke kiri bawah.
Proyeksi katup bukan menunjukkan tempat bunyi jantung yang terdengar paling keras, meskipun bunyi – bunyi jantung di bangkitkan di sekitar katup - katup jantung.
Bunyi jantung dibangkitkan oleh kattup :
Mitral : paling jelas terdengar di apeks
Trikuspid : di sternum dekat sendi sternum sela iga 5 kanan
Aorta : pada sendi antara sternum sela iga 2 kanan / apeks
Pulmonal : pada sela iga 2 kiri dekat tepi sternum
Tekhnik auskultasi :
Sebelumnya kita harus mengetahui bahwa stethoscope terdiri dari 2 bagian yakni bell dan diapragma. Kualitas stetoskope yang baik mempunyai dua saluran terpisah yang menghubungkan bagian kepala stetoskope ke masing – masing bagian telinga.
• Bell :
Untuk mendengarkan suara yang nadanya rendah. Misalnya BJ 3, BJ 4, bising mid diastole mitral / tricuspid.
Tempelkan dengan penekanan yang ringan saja pada dinding dada.
• Diapragma :
Merupakan kepala yang bermembran, digunakan untuk mendengarkan suara yang nadanya tinggi, misalnya bunyi jantung 1 dan 2, OS (opening snap), bunyi ejeksi (ejection sound), pericardial friction rub, bising sistolik dan awal sistolik.
Penting dipahami :
1) BJ 1 dan BJ 2 yang normal
2) Belajar memusatkan pendengaran pada BJ 1 dan BJ 2 sendiri – sendiri, sehingga dapat dibedakan apakah bunyi itu terdengar sebagai satu suara atau terpisah.
3) terganggu oleh bunyi jantung
Bunyi jantung :
BJ 1 : ditimbulkan oleh penutupan katup mitral dan tricuspid
BJ 2 : ditimbulkan oleh penutupan katup aorta dan pulmonal
Normal BJ 1 lebih keras dari BJ 2, tetapi BJ 1 nadanya rendah sedang BJ 2 nadanya tinggi.
Intensitas bunyi jantung 1:
• Mengeras pada takhikardi oleh karena macam – macam sebab (MS dan lain-lain)
• Melemah pada miokarditis, kardiomiopati, infark miokard, efusi perikard, empisema tumor yang menyelimuti jantung, MI.
Di apeks (daerah katup mitral) – BJ 1 lebih keras daripada BJ 2.
Didaerah katup aorta dan pulmonal – BJ 2 lebih keras daripada BJ 1.
Untuk membedakan BJ 1 dan BJ 2 :
• Perbedaan intensitas sesuai dengan lokasi tersebut diatas.
• Singkronisasinya dengan denyut a. karotis.
Intensitas bunyi jantung 2
BJ 2 mengeras pada hipertensi sistemik, hipertensi pulmonal. Tetapi keadaan dinding dan arus aliran darah dalam arteri bersangkutan ikut menentukan. Bila dinding lentur dan arus aliran darah ke a. pulmonalis tak deras oleh karena stenosis, maka BJ 2 dapat melemah meskipun ada hipertensi.
BJ 3 dan BJ 4 yang fisiologik :
BJ 3 : terdengar samar-samar pada awal fase diastolic (BJ 2) – normal pada orang muda, karena getaran pada otot-otot dan korda tendine katup mitral/tricuspid waktu ventrikel terisi darah yang deras.
BJ 4 : Umumnya tak terdengar.
Letaknya pada akhir fase diastolic (presistolik), jadi sesaat sebelum BJ 1, timbul diantara gelombang P dan kompleks QRS dan disebabkan oleh kontraksi otot atrium.
BJ 1 yang terpisah :
BJ 1 oleh karena penutupan Mitral dan Trikuspid; BJ 2 oleh karena penutupan katup aorta dan pulmonal. Bila ada selisih waktu yang cukup lama antara penutupan kedua katup yang bersangkutan, maka BJ 1 dan BJ 2 terdengar terpisah.
2. Pemeriksaan fisik vaskuler (pembuluh darah)
Pemeriksaan sistem vaskuler (pembuluh darah) mencakup pengukuran tekanan darah dan pengkajian yang menyeluruh terhadap integritas sistem vaskuler perifer.
Pemeriksaan vaskuler meliputi :
a. Tekanan darah
b. Arteri carotid
c. Vena jugularis
d. Arteri dan Vena Perifer
a. Pemeriksaan Tekanan Darah
Pengkajian tekanan darah berpengaruh pada penegakan diagnosis, karena itu perawat perlu lebih spesifik mengetahui pemeriksaan tekanan darah. Perawat mengauskultasi tekanan darah pada arteri brakealis di kedua lengan. Kebanyakan pemeriksa menggunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi tekanan darah tapi bel lebih efektif menghantarkan bunyi korotkoff bernada rendah. Pembacaan antara kedua lengan bervariasi sebanyak 10 mmhg dan cenderung lebih tinggi pada lengan kanan catat selalu pembacaan yang lebih tinggi. Pembacaan sistyolik yang berbeda 15 mmhg atau lebih menunjukkan adanya ateros klerosis atau penyakit aorta.
Perawat juga membandingkan tekanan darah pada klien dengan posisi berbaring, posisi duduk atau berdiri. Biasanya pada saat klien berubah posisi dari terlentang ke berdiri terdapat sedikit penurunan pada tekanan sistolik dan sedikit peningkatan pada tekanana diastolic. Penurunan tekanana sistolik lebih dari 15 mmhg menunjikkan adanya hipotensi postural. Klien yang paling berisiko adalah mereka yang baru saja mendonorkan darah, menderita penyakit system saraf otonom, atau tirah baring dalam waktu lama.
Teknik pemeriksaan meliputi hal-hal di bawah ini :
• Palpasi
Cara palpasi dapat dilakukan sebagai berikut :
Hanya untuk mengukur tekanan sistolik.
Manset Spigmomanometer yang dipasang di atas siku tangan
Lengan dipompa dengan udara berangsur-angsur sampai denyut nadi di pergelangan tangan tidak teraba lagi, kemudian tekanan di dalam manset diturunkan.
Amati tekanan dalam spigmomanometer
Waktu denyut nadi teraba pertama kali, bacalah tekanan dalam spigmomanometer, tekanan ini adalah tekanan sistolik
• Auskultasi
Manset spigmomanometer diikatkan pada lengan atas, stetoskop diletakkan pada arteri brakialis pada permukaan ventral siku agak bawah manset spigmomanometer.
Sambil mendengarkan denyut nadi, tekanan dalam spigmomanometer dinaikkan dengan memompa sampai nadi tidak terdengar lagi, kemudian tekanan di dalam spigmomanometer diturunkan pelan-pelan.
Pada saat denyut nadi mulai terdengar kembali, kita baca tekanan yang tercantum dalam spigmomanometer, tekanan ini adalah tekanan sistolik.
Suara denyut nadi selanjutnya menjadi agak keras dan tetap terdengar sekeras itu sampai saat denyutannya melemah kemudian menghilang sama sekali. Pada saat suara denyutan yang keras itu menghilang, kita baca lagi tekanan dalam spigmomanometer, tekanan itu adalah tekanan diastolik.
Tekanan darah diukur saat klien berbaring,. Pada kliern hipertensi perlu juga diukur tekanan darah saat berdiri.
Kadang-kadang dijumpai masa bisu (auscultatory gap), yaitu suatu masa dimana denyutan nadi tidak terdengar saat tekanan spigmomanometer diturunkan. Misalnya denyut petama erdengar pada tekanan 220 mmHg, suara denyut nadi berikutnya baru terdengar pada tekanan 150 mmHg. Jadi ada masa bisu pada tekanan pada 220-150 mmHg. Gejala ini sering ditemukan pada klien hipertensi yang belum diketahui penyebabnya.
b. Arteri karotis
Arteri karotis mencerminkan fungsi jantung dengan lebih baik dibandingkan arteri perifer karena posisinya dekat dengan jantung dan oleh karena itu tekanannya berhubungan dengan yang ada di aorta. Arteri karotis menyuplai darah yang teroksigenasi kekepala dan leher ,dan dilindungi oleh otot-otot sternokleidomastoideus. Untuk memeriksa arteri karotid, perawat memeinta klien duduk atau berbaring telentang dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 derajat.
Pemeriksaan pada arteri karotis meliputi:
• Palpasi
Arteri karotis tidak hanya mudah di palpasi , yaitu pada bagian medial otot-otot sternomastoideus. Arteri ini juga memberikan banyak sekali informasi mengenai bentuk gelombang denyut aorta yang dipengaruhi oleh berbagai kelainan jantung.
• Auskultasi
Bising ( bruit ) pada penyempitan arteri karotis menandakan adanya penyempitan katup aorta
c. Vena jugularis
Vena yang paling mudah dijangkau adalah vena jugularis interna dan eksterna di leher. Kedua vena mengalir secara bilateral dari kepala dan leher ke dalam vena kava superior. Jugularis ekterna terdapat di permukaan dan dapat dilihat tepat di atas klavikula. Jugularis interna terletak lebih dalam sepanjang arteri karotid. Normalnya pada saat klien berbaring pada posisi terlentang, vena jugularis eksterna terdistensi sehinnga menjadi mudah dilihat. Sebaliknya, vena jugularis biasana tenggelam pada saat klien berada pada posisi duduk. Tetapi, klien dengan penyakit jantung dapat mengalami distensi vena jugularis pada saat duduk.
Gambar: cara menentukan JVP (Jugular Venous Pressure=Tekanan Vena leher). Tinggi bendungan ditarik garis datar sehingga terbaca angka pada penggaris kemudian ditambah 5 cm maka ketemulah tekanan atrium kanan (cmH2O). (courtesy: Jennifer A. Taylor)
d. Pemeriksaan Arteri dan Vena Perifer
Untuk memeriksa sistem perifer, perawat terlebih dahulu mengkaji keadekuatan aliran darah dan ekstremitas dengan mengukur denyut arteri dan menginspeksi kondisi kulit dan kuku.
Pada pemeriksaan arteri perifer yang di periksa, antara lain :
• Nadi radialis
• Nadi ulnaris
• Nadi brakialis
• Nadi femoralis
• Nadi popliteal
• Nadi dorsalis pedis
• Nadi tibialis posterior
Ulnar and radialis artery
Pada pemeriksaan vena perifer, perawat perlu mengkaji status vena perifer dengan meminta klien duduk dan berdiri. Pengkajian mencakup inspeksi dan palpasi adanya varises, edema perifer dan flebitis. Varises adalah vena supervisialis yang mengalami dilatasi, terutama pada saat tungkai berada pada posisi menggantung. Edema perifer di sekitar area kaki dan pergelangan kaki dapat menjadi tanda insufisiensi vena dan gagal jantung kanan. Flebitis adalah inflamasi vena yang umumnya terjadi setelah trauma pada dinding pembuluh darah, infeksi, imobili yang lama, dan insersi kateter intravena jangka panjang
Pemeriksaan Fisik Abdomen
Pemeriksaan fisik abdomen dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan abdomen pada pasien.
Pemeriksaan fisik abdomen prosedurnya diawali. Memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan. Penderita dipersiklahkan untuk membuka baju seperlunya dan meminta berbaring dengan posisi pemeriksa disebelah kanan pasien. Penderita dibuat rileks dengan menekuk lutut dan mengajak berbicara. Penderita diminta untuk memberikan respon terhadap pemeriksaan (rasa sakit) dll.
Prinsip pemeriksaan abdomen yakni: Inspeksi-Auskultasi-Perkusi-Palpasi. Inspeksi dengan posisi berdiri (kulit tidak tampak vena melebar (melebar sindroma Cushing/ Cirhosiss hepatis), umbilikus tidak hernia, contour abdimen datar (membelendung kantung kencing penuh/hamil belendung ascites), dinding abdomen simetri. Perut kembung menandakan adanya gangguan intraluminal. Pasien diminta bernafas lalu inspeksi tidak tampak adanya pembesaran organ atau masa. Inspeksi juga dilakukan terhadap peristaltik dengan membungkuk atau duduk.
Auskultasi dilanjutkan dengan diafragma stetoskop adanya bising usus (normalnya 5-12 kali/menit), juga di epigastrium mendengar suara aorta (gangguan pada aneurisma aorta), pada arteri inguinal tidak ada bising. Bising usus bisa disertai bising tambahan yakni borborygmi/suara panjang atau metalic sound (klinkend, oleh adanya resonansi akibat obstruksi).
Perkusi dilakukan sebagai orientasi pada keempat kuadran abdomen dominan suara timpani (ada feses/ cairan redup), di kandung kemih (timpani/redup). Perkusi dilakukan pada dada bagian bawah antara paru dan arkus costa (suara redup dikanan karena ada hepar, suara timpani di kiri karena adanya fleksura splenikus kolon) kalo keduanya redup asites (ditandai). Normalnya suara hepar adalah pekak karena adanya tekanan intrabdominal yang hampir negatif yang mengakibatkan organ menempel pada perioteneum, sehingga bila ada udara pekaknya menghilang.
Palpasi superficial dilakukan untuk melihat ada ketegangan otot, nyeri tekan lepas atau tidak (prinsipnya dilakukan pada area yang diduga tidak nyeri/normal dulu), masa dengan ujung jari bersamaan dengan lembut semua kuadran. Nyeri pada abdomen ada yang sifatnya visceral (hilang timbul, tidak bisa ditunjuk dengan jelas), ada yang somatik (bisa ditunjuk dengan jelas). Kelainan pada dinding ditandai dengan hilangnya nyeri apabila ada ketegangan perut jika masih nyeri berarti ada kelainan dari dalam dinding perut.
Palpasi adanya masa, dilihat konsistensinya apakah padat keras (seperti tulang), padat kenyal (seperti meraba hidung), lunak (seperti pangkal pertemuan jempol dan telunjuk), atau kista (ditekan mudah berpindah seperti balon berisi air, berisi cairan). Adanya tumor pada abdomen diperkirakan dari 9 regio anatominya. Ukuran massa ditentukan dengan pasti yakni dengan meteran/jangka sorong mengenai panjang, lebar, tebal (kalau tidak ada peralatan, bisa dengan ukuran jari penderita).
Pada palpasi selain memikirkan organ didalam, dipikirkan pula pembuluh darah di abdomen. Abdomen ditekan kuat-kuat bagian atas sedikit ke sebelah kiri untuk merasakan pulsasi aorta (tumor abdomen bisa keliru dengan aneurisma aorta). Aneurisma aorta ditandai ada pulsasi ke segala arah sedangkan tumor hanya pada 1 arah. Palpasi organ intraperitoneal sifatnya mobile, sedangkan organ retroperitoneal sifatnya fixed (seperti ginjal yang kalau ternyata mobile pada wandering kidney).
Untuk pemeriksaan ascites abdomen prosedur tambahannya: (1) Melakukan perkusi dengan Tes suara redup berpindah: Setelah menandai batas suara timpani dan redup, minta penderita miring ke salah satu sisi tubuh dilakukan perkusi lagi (Pada ascites batasnya tidak berubah); (2) Melakukan palpasi dengan Tes Undulasi: Minta asisten menekan kedua tangan pada midline abdomennya (kanan kiri). Ketuklah satu sisi abdomen dengan jari dan rasakan pada sisi yang lain dengan tangan yang lain, adanya getaran yang diteruskan cairan asites.
Untuk pemeriksaan hepar prosedur tambahannya yaitu dengan perkusi batas bawah hepar: Mulai dari bawah umbilikus di mcl kanan perkusi dari bawah ke atas sampai suara redup (tidak ada pergeseran ke bawah/ Obstruksi paru kronik). Dilanjutkan perkusi batas atas hepar: daerah paru ke bawah sampai suara redup. Tinggi antara daerah redup (tidak ada pembesaran hepar) diukur.
Palpasi hepar dilakukan dengan meletakkan tangan kiri dibelang penderita menyangga costa ke-11/12 sejajar, minta penderita rileks. Hepar didorong ke depan, diraba dari depan dengan tangan kanan (bimanual palpasi). Tangan kanan ditempatkan pada lateral otot rektus kanan, jari di batas bawah hepar dan tekan lembut ke arah atas. Pasien diminta bernafas dalam sehingga terasa sentuhan hepar bergerak ke bawah (tangan dikendorkan agar hepar meluncur dibawah jari sehingga meraba permukaan yang lunak tidak berbenjol, tepi tegas/tajam, tidak ada pembesaran).
Untuk pemeriksaan lien prosedur tambahannya dengan perkusi daerah ics terbawa di linea axillaris anterior kiri (timpani). Pasien diminta menarik nafas panjang lakukan perkusi lagi (kalau redup berarti pembesaran limfe atau bisa normal false positive splenic percussion sign). Perkusi dilakukan pada daerah redup dari berbagai arah (redup meluas berarti pembesaran limpa) perlu dilakukan palpasi untuk memastikan
Palpasi lien dilakukan dengan meletakkan tangan kiri menyangga dan mengangkat costa bagian bawah kiri sebelah penderita. Tangan kanan diletakkan di bawah arcus aorta kemudian tekan ke arah lien. Penderita diminta bernafas dalam-dalam merasakan lien dengan ujung jari (lien membesar atau tidak). Pemeriksaan (palpasi dan perkusi) diulangi pada posisi pasien miring ke kanan dengan tungkai paha dan lutut flexi agar lien mudah teraba. Jarak letak lien diperkirakan dengan costa kiri terbawah
Untuk pemeriksaan ginjal abdomen prosedur tambahannya dengan melakukan palpasi Ginjal Kanan: Posisi di sebelah kanan pasien. Tangan kiri diletakkan di belakang penderita, paralel pada costa ke-12, ujung cari menyentuh sudut costovertebral (angkat untuk mendorong ginjal ke depan). Tangan kanan diletakkan dengan lembut pada kuadran kanan atas di lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan tangan kanan dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan (tentukan ukuran, nyeri tekan ga). Pasien diminta membuang nafas dan berhenti napas, lepaskan tangan kanan, dan rasakan bagaimana ginjal kembali waktu ekspirasi. Dilanjutkan dengan palpasi Ginjal Kiri: Pindah di sebelah kiri penderita, Tangan kanan untuk menyangga dan mengangkat dari belakan. Tangan kiri diletakkan dengan lembut pada kuadran kiri atas di lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan tangan kiri dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan (normalnya jarang teraba)
Untuk pemeriksaan ketok ginjal prosedur tambahannya dengan memperlsilahkan penderita untuk duduk menghadap ke salah satu sisi, dan pemeriksa berdiri di belakang penderita. Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal kanan). Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal kiri). Penderita diminta untuk memberiksan respons terhadap pemeriksaan bila ada rasa sakit.
Pemeriksaan abdomen dapat diakhiri dengan colok dubur (sifatnya kurang menyenangkan sehingga ditaruh paling akhir). Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien dalam posisi miring (symposisi), lithotomi, maupun knee-chest. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan satu tangan maupun dua tangan (bimanual, satu tangannya di atas pelvis). Colok dubur perlu hati-hati karena sifat anus yang sensitif, mudah kontraksi. Oleh karena itu colok dubur dilakukan serileks mungkin menggunakan lubrikasi. Sebaiknya penderita kencing terlebih dahulu. Pada posisi lithotomi diagnosis letak kelainan menggunakan posisi jam yakni jam 3 sebelah kanan, jam 9 sebelah kiri, jam 6 ke arah sacrum dan jam 12 ke arah pubis.
PEMERIKSAAN FISIK PADA ABDOMEN
PENDAHULUAN
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit (Wikipedia. 2010).
Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien. Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.
Untuk bisa melakukan pemeriksaan fisik yang tapat dan akurat maka diperlukan suatu pengetahuan tentang bagaimana anatomi dan fisiologi fisik. Dengan demikian nantinya bisa ditentukan apakah pemeriksaan fisik yang dilakukan itu memberikan hasil yang normal ataukah abnormal.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial, yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut. Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik.
Dari berbagai bagian pemeriksaan fisik yang biasa dilakukan kepada pasien, makalah ini memfokuskan untuk membahas bagaimana pemeriksaan fisik khususnya pada abdomen. Makalah ini membahas entang bagaimana anatomi dan fisiologi tubuh khususnya pada abdomen, kemudian pemeriksaan apa saja yang bisa dilakukan pada abdomen, serta abnormalitas yang mungkin ditemukan dalam abdomen.
BAB I
ANATOMI DAN FISIOLOGI ABDOMEN
Abdomen merupakan suatu bagian tubuh yang menyerupai rongga tempat beberapa organ-organ penting tubuh yaitu lambung, usus, pankreas, hati, limpa serta ginjal. Abdomen merupakan lokasi dari beberapa sistem yang dimiliki tubuh, diantaranya Sistem Pencernaan, Sistem Perkemihan, Sistem Endokrin, serta Sistem Reproduksi. Dalam melakukan pengkajian atau pemeriksaan, perawat harus memahami struktur anatomi perut yang meliputi daerah-daerah/ bagian dan batas-batas perut.
1.1 Pembagian Abdomen
Untuk memudahkan kita mengenali letak topografi dari perut dan dada, Dr. Djoko Setijadji Rahardjo. DTMH (2001) menjelaskan adanya garis-garis yang dijadikan pedoman antara lain :
1. Linea Media Anterior
Yakni garis imajiner yang ditarik dari ujung sternum (lekuk supra sternum/sulcus jugularis), lurus ke bawah sampai ke symphisis melalui umbilicus ke atas ke kepala tepat lewat glabella terus ke atas sampai vertex.
2. Linea Mamilaris (Linea Medio Clavicularis)
Yakni garis imaginer yang ditarik dari pertenggahan clavicula lurus terus kebawah sampai pada lipatan pangkal paha.
3. Linea Sternalis
Yakni garis imajiner yang ditarik dari tepi pertemuan tulang costa dengan sternum, dari atas ke bawah pada arcus costae.
4. Linea Para Sternalis
Yakni garis imajiner yang ditarik dari atas kebawah yang berada dari pertengahan antara linea mamilaris dengan linea sternalis.
5. Linea Maxilaris
Yakni garis imajiner yang ditarik lurus dari atas kebawah dimulai dari tepi depan ketiak sampai ke spina iliaka superior anterior.
6. Bidang Trans Pylorik
Yakni bidang imajiner yang ditarik dari kedua ujung arcus costae kanan dan kiri.
7. Bidang Trans Tuberkuler
Yakni bidang imajiner yang ditarik dari kedua spina illiaka superior anterior.
Sehingga dengan demikian bila kita mencermati tubuh kita ( thorax dan abdomen ), akan terbagi menjadi 9 bagian atau biasa disebut dengan region, diantaranya :
a. Regio Hypochondrica Dextra
Yakni regio yang dibatasi oleh kanan linea maxillaris dextra, bawah oleh bidang trans pylorik, kiri oleh linea mamillare/linea medio clvicularis dextra.
b. Regio Epigrastica
Yakni region yang dibatasi oleh linea mamillar/linea medio clavicularis dextra dan linea mamillaris sinistra, sebelah bawah oleh bidang trans pylorik.
c. Regio Hypochondrica Sinistra
Regio yang dibatasi sebelah kiri oleh linea maxilaris sinistra dan kanan oleh linea mamillaris/linea medio clavicularis sinistra, bagian bawah oleh bidang trans pylorik.
d. Regio Lateralis Dextra
Regio yang dibatasi oleh sebelah kanan linea maxillaris dextra, sebelah kiri oleh linea medio clavicularis dextra, sebelah atas oleh bidang trans pylorik dan pada bagian bawah oleh bidang transtuberkuler.
e. Regio Umbilikalis
Yakni region yang dibatasi oleh sebelah atas bidang trans pylorik, sebelah kanan oleh linea medio clavicularis dextra dan bagian bawah dibatasi oleh bidang tuberkularis, disebelah kiri dibatasi oleh linea medio clavicularis sinistra.
f. Regio Lateralis Sinistra
Regio yang dbatasi oleh sebelah kanan linea medio clavikularis dextra, sebelah atas oleh bidang trans pylorik, sebelah kiri dibatasi oleh linea maxilaris sinistra, bagian bawah dibatasi oleh bidang trans tuberkularis.
g. Regio Inguinalis Dextra
Yakni region yang dibatasi oleh kanan spina illiaca superior anterior dextra, sebelah atas oleh bidang trans tuberkularis, sebelah kiri oleh linea medio clavicularis dextra, sebelah bawah oleh tepi dari lipatan paha, jadi bentuk region ini adalah berbentuk segitiga.
h. Regio Pubica
Yakni region yang dibatasi oleh bidang trans tuberkularis, sebelah bawah sepanjang lipatan paha dan melintas pubis, sampai kekiri dibatasi oleh linea medio clavicularis sinistra.
i. Regio Inguinalis Sinistra
Yakni region yang dibatasi oleh sebelah kanan oleh linea medio clavicularis sinistra, sebelah atas oleh bidang trans tuberkularis sinistra, bagian kiri oleh spina illiaca superior anterior sinistra.
1.2 Organ-organ yang terdapat di dalam Abdomen
1.2.1 Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu: kardia, fundus, dan antrum. Lambung biasanya memiliki bentuk J,dan terletak di kuadran kiri atas abdomen. Terletak dibawah diafragma didepan pancreas dan limpa, menempel disebelah kiri fundus uteri.
Fungsi Lambung
1. Menampung makanan, menghaluskan dan menghaluskan makanan oleh peristaltic lambung dan getah lambung,
2. Getah cerna lambung yang dihasilkan :
a. Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino atau albumin dan pepton.
b. Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan sebagai antiseptic dan disinfektan dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga menjadi pepsin.
c. Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
d. Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung.
1.2.2 Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah, panjangnya kira-kira 15cm, lebar 5cm mulia dari duodenum sampai ke limpa, dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Pankreas terbantang pada vertebra lumbalis I dan II di belakang lambung.
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
Sekresi Pankreas
1. Hormon Insulin.
Hormone ini langsung dialirkan kedalam darah tanpa melewati duktus. Sel-sel kelenjar yang menghasilkan insulin ini termasuk sel kelenjar endokrin. Kumpulan sel ini berbentuk seperti pulau-pulau, yang disebut pulau langerhans
2. Getah pancreas.
Sel-sel yang memproduksi getah pancreas ini termasuk kelenjar eksokrin. Getah pancreas dikirim kedalam duodenum melalui duktus pankreotikus yang bermuara pada papilla vateri yang terletak pada dinding duodenum.
Fungsi Pankreas :
1. Fungsi eksokrin, membentuk getah pancreas yang berisi enzim dan elektrolit.
2. Fungsi endokrin, sekelompok kecil sel epithelium yang berbentuk pulau-pulau kecil atau pulau langerhans yang bersama-sama membentuk organ endokrin, yang mengsekresikan insulin.
3. Fungsi sekresi eksternal, cairan pancreas dialrkan ke duodenum yang berguna untuk proses pencernaan makanan di intestinum.
4. Fungsi sekresi internal, sekresi yang dihasilkan oleh pulau-pulau langerhans sendiri langsung dialirkan ke dalam peredaran darah. Sekresinya disebut hormone insulin dan hormone glucagon. Hormon tersebut dibawa kejaringan untuk membantu metabolism karbohidrat.
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.
1.2.3 Hati
Hati atau hepar adalah organ yang paling besar didalam tubuh, dengan berat sekitar 1300-1550 gram, ±1,5 kg. Warnanya merah kecoklatan sangat vascular dan lunak. Letaknya bagian atas dalam rongga abdomen, disebelah kanan bawah diafragma. Hati berbentuk baji dengan dasarnya pada sisi kanan dan apek pada sisi kiri. Organ ini terletak pada kuadran kanan atas abdomen, yang dilindungi oleh kartilago kostalis.
Fungsi Hati:
1. Mengubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan yang disimpan disuatu tempat dalam tubuh, dikeluarkan sesuai dengan pemakaiannya dalam jaringan.
2. Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam empedu dan urine.
3. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.
4. Sekresi empedu, garam empedu dibuat dihati, dibentuk dalam system retikulo endothelium, dialirkan ke empedu.
5. Pembentukan ureum, hati menerima asam amino yang kemudian diubah menjadi ureum, dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urine.
6. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air.
1.2.4 Usus
Usus terdiri atas :
1. Usus Halus
Usus halus adalah bagian dari system pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum. Panjangnya ± 6m, merupakan saluran paling panjang, tempat proses pencernaan dan absorbs hasil pencernaan yang terdiri dari lapiasan usus halus.
Usus halus terbagi atas 3, yaitu
a. Duodenum
Duodenum disebut juga usus duabelas jari, panjangnya ± 25cm, berbentuk sepatu kuda melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pancreas. Pada bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lender yang membukuit disebu papilla vateri. Pada papilla vateri ini ermuara disaluran empedu dan saluran pancreas. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak megandung kelenjar, yang disebut kelenjar brunner, yang berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
b. Jejunum dan Ileum
Jejunum dan ileum mempunyai panjang ± 6m. Dua perlima bagian atas adalah jejunum dengan panjang ± 2-3m dan ileum dengan panjang ± 4-5m. Lekukan jejunum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesentrium.
Fungsi Usus Halus
1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler darah dan saluran limfe
2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino
3) Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida
4) Absorbsi air, garam dan vitamin
5) Menerima empedu dan getah pancreas
6) Sekresi cairan usus
2. Usus Besar
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1.5 m lebarnya 5-6cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lender, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat.
Usus Besar terbagi atas:
a. Sekum
Sekum adalah kantung lebar terletak pada fosa illiaka dextra. Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga sebagai umbai cacing,
b. Apendiks
Apendiks disebut juga sebagai umbai cacing, panjangnya 18cm dan membuka pada sekum sekitar 2,5cm dibawah katup ileo sekal.. Seluruh bagiannya ditutupi oleh peritoneum, mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium dan dapat diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup. Apendik memiliki lumen yang sempit, lapisan submokosanya mengandung banyak jaringan limfe.
c. Colon Asendens
Panjangnya 13cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur ke atas dari ileum kebawah hati melengkung kekiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatica.
d. Colon Transfersum
Colon Transfersum panjangnya ± 38cm, membujur dari colon asenden sampai ke colon desenden, yang berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica, dan sebelah kiri terdapat fleksura linearis.
e. Colon Dsendens
Colon ini panjangnya ± 25cm, terletak di bagian bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas kebawah dan fleksura linearis sampai kedepan ileum kiri, bersambung dengan colon sigmoid.
f. Colon Sigmoid
Colon ini merupakan lanjutan dari colon desenden terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rectum.
g. Rektum
Rektum terletak dibawah kolomsigmoid, yang menghubungkan intestine mayor dengan anus. Terletak dalam rongga pelvis didepan os skrum dan os koksigeus.
h. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar/ udara luar.
1.2.5 Ginjal
Ginjal merupakan suatu kelunjar yang terletak dibagian belakang kavum abdominalis dibelakang peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang abdomen.Bentuk ginjal seperti biji kacang, jumlahnya ada 2buah, yang letaknya ada pada kiri dan kanan. Setiap ginjal memiliki panjang sekitar 12cm, lebar 7cm dan tebal maksimal 2,5cm. Gimjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari ginjal wanita.
Fungsi ginjal :
1. Memegang peranan ppenting dalam pengeluaran zat-zat toksik atau racun
2. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan
3. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
4. Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zt lain dalam tubuh
5. Mengeluarkan sisa-sisa metabolism hasil akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
6. Berperan dalam produksi vit D
1.2.6 Ureter
Ureter merupakan tabung dari ginjal yang menuju ke vesika urinaria. Terdapat 2 ureter dalam tubuh manusia, masing2 berada di kanan dan kiri. Setiap ureter panjangnya sekitar 25cm. Ureter dimulau dari bagian pelvis ginjal,bagian yang berdilatasi melekat pada hilum ginjal. Kemudian berjalan ke bawah di bagian posterior didnding abdomen di belakang peritoneum. Didalam pelvis, ureter membelok ke depan dan ke belakang untuk memasuki vesika urinaria, melewati dindingnya ureter berjalan secara oblik.
Lapisan dinding ureter mengalami gerakan peristaltic yang nantinya akan membuat ureter mampu mendorong urine dari ginjal ke vesika urinaria.
1.2.7 Vesika Urinaria
Vesika urinaria atau yang biasa disebut dengan bllader atau kandung kemih merupakan suatu organ dalam system pencernaaa yang mempunyai fungi menampung urine yang telah disalurkan dari ginjal melalui ureter. Ketika kosong kandung kemih terletak pada pelvis, sedangkan ketika lebih dari setengah bagiannya terisi, kandung kemih menempati abdomen di tas pubis. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilinggi oleh otot yang kuat,
1.2.8 Uterus
Uterus adalah organ yang tebal, berotot dan berbentuk buah peer, terletak didalam pelvis antara rectum dan kandung kemih. Ototnya disebut miometrium. Uterus terapaung didalampelvis dengan jaringan ikat dan ligamen. Panjang uterus ±7,5cmlebar 5cm, tebal 2,5cm, dengan berat 50gram. Pada rahim wanita dewasa yang belum pernah menikah (bersalin) panjang uterus adalah 5-8cm, beratnya 30-60gram.
Fungsi uterus adalah untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan, ovum yang telah keluar dari ovarium dihantarkan melalui tuba uterine ke uterus. Pembuahan ovum secar normal terjadi didalam tuba uterina, endometrium disiapkan untuk menerima ovum yang telah dibuahi, dan ovum tertanam dalam endometrim. Pada waktu hamil uterus bertambah besar, dindingnya menjadi tipis tetapi kuat dan besar samai keluar pelvis masuk kedalam rongga abdomen pada masa pertumbuhan janin. Pada saat melahirkan uterus berkontraksi mendorong bayi dan plasenta keluar.
BAB II
PEMERIKSAAN ABDOMEN
Pemeriksaan fisik, dalam prakteknya tidah hanya cukup menggunakan pemeriksaan fisik saja namun juga pengkajian secara utuh. Dimana pengkajian yang bisa dilakukan untuk abdomen seperti halnya pada pengkajian secara keseluruhan adalah anamnesa atau wawancara serta pemeriksaan fisik.
2.1 Anamnesa
Anamnesa adalah metode atau cara untuk mendapatkan informasi dengan menanyakan pertanyaan tertentu pada pasien (Wikipedia. 2010).
Anamnesa yang dilakukan ini adalah menyangkut tentang :
• Biodata pasien
• Keluhan-keluhan pasien
• Penyakit sekarang
• Riwayat Kesehatan yang lalu
• Status Kesehatan Terakhir
• Riwayat Keluarga
• Riwayat Psikososial
Terdapat 2 kriteria Anamnesa diantaranya :
1. Auto anamnesa
Anamnesa yang dilakukan secara langsung kepada pasien.
Contoh auto anamnesa :
Jenis makanan apa yang membuat Anda diare ?
Aktivitas apa yang dapat menyebabkan Anda nyeri ?
Aktivitas apa saja yang dapat mengurangi nyeri pada perut Anda ?
Aktivitas apa saja yang dapat menambah nyeri pada perut Anda ?
Di daerah mana Anda merasakan nyeri ?
Apakah nyeri yang Anda rasakan menyebar ?
Seberapa Anda merasakan nyeri ?
Apa yang Anda lakukan ketika perut Anda terasa sakit ?
Kapan Anda merasakan nyeri pertama kali?
Nyeri itu dating secara tiba-tiba ataukah bertahap?
Bagaimana Frekuensinya ?
Apakah Anda sering terbangun pada malam hari karena nyeri pada perut Anda ?
Bagaimana pola defekasi Anda ?
Apakah sekarang Anda sedang mengalami Stress ?
Apa yang menyebabkan Anda Stress ?
Apakah Anda mempunyai kebiasaan merokok ?
Apakah Anda mempunyai kebiasaan minum alkohol ?
Apakah Anda sedang mengkonsumsi obat?
Apakah Anda suka mengkonsumsi kafein (kopi) ?
Bagaimana kondisi feses Anda ?
Apakah Anda merasakan kesulitan ketika menelan ?
Apakah Anda pernah mengalami tindakan pembedahan ?
2. Allo anamnesa
Anamnesa yang dilakukan tidak secara langsung kepada pasien, misalnya anamnesa pada keluarga pasien, atau tenaga medis yang merujuk pasien.
Contoh allo anamnesa :
Apakah pasien baru datang dari luar negeri ?
Terapi apa saja yang sudah diberikan pada pasien ini?
Bagaimana kondisi pasien sebelumnya?
Apa yang paling dikeluhkan pasien?
Bagaimana riwayat kesehatan yang dimiliki pasien?
Apakah pasien memiliki riwayat penyakit menular?
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami gejala ini?
Bagaimana pola hubungan/kekerabatan masing-masing anggota keluarga anda, jika ada yang mengalami sakit ?
2.2 Pemeriksaan Abdomen
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melakukan 4 teknik pemeriksaan fisik yang bias disingkat dengan IPPA ( Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Aukskultasi). Teknik Pemeriksan yang dilakukan pada abdomen, diantaranya :
2.2.1 Inspeksi
Saat bertemu dan melihat pasien, tentunya akan terbersit kesan keadaan umum pasien tersebut dalam pikiran kita, bila hal ini dicermati maka akan didapatkan informasi-informasi tentang pasien tersebut.
Inspeksi yang dilakukan pada abdomen, diantaranya meliputi :
a. Kulit Abdomen
Pada pemeriksaan kulit di daerah abdomen ini yang perlu diperhatikan :
• Kebersihan kulit
• Warna kulit
• Ada tidaknya luka atau bekas luka termasuk jaringan parut
• Adanya benjolan
b. Bentuk Abdomen
Bentuk abdomen yang dimaksudkan disini adalah datranya abdomen, tidak terjadi penumpukan cairan/ lemak yang berlebihan.
2.2.2 Palpasi
Palpasi ialah metode pemeriksaan di mana penguji merasakan ukuran, kekuatan, atau letak sesuatu dari bagian tubuh pasien (di mana penguji ialah praktisi kesehatan) (Wikipedia. 2010).
Palpasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ukuran, bentuk, serta konsistensi organ yang ada di dalam abdomen. Palpasi dilakukan dengan menggunakan kedua tangan, dan utamanya dengan ujung jari, dimana telah kita pahami bahwa ujung jari adalah bagian tubuh yang relative paling sensitive dalam berfungsi sebagai indra perabaan. Palpasi dibagi atas :
• Palpasi Dangkal
Yaitu merupakan palpasi yang dilakukan dengan menggunakan tekanan dengan berat jari tangan.
• Palpasi Dalam
Yaitu merupakan palpasi yang dilakukan dengan meletakkan jari-jari tangan yang sebelah/satunya dari tangan yang lain tepat diatas jari tangan yang terdahulu, sehingga kita akan mendapatkan kesan pengkajian yang lebih baik dari semula.
• Palpasi Bimanual
Yaitu palpasi yang dilakukan dengan menggunakan kedua belah jari tangan kanan dan kiri sekaligus, dimana kita posisikan ujung-ujung jari kita pada tepi organ atau benjolan yang diperiksa. Dengan menggerakkan kedua jari tangan secara bergantian atau bersamaan akan diperoleh kesan tentang ukuran, konsistensi, adanya perlekatan dengan sekitar atau tidak, serta tekstur permukaaan objek tadi.
Cripitasi : pada saat palpasi kita merasakan/ seras ada seperti sesuatu yang bergesekan, seperti ada barang yang hancur, ataupun bergesekan dengan yang lain.
• Palpasi Ballotement
Mirip dengan palpasi Bimanual, hanya saja pergerakan jari hanya dilakukan secara bergantian, sehingga diperoleh kesan apakah objek tadi mengapung dalam suatu wadah ataukah melekat pada bagian tubuh yang lain.
• Palpasi Khusus
Yaitu palpasi yang dilakukan dengan menggunakan ujung-ujung jari telunjuk saja atau jari telunjuk dengan jari tengah, yang kita kenal dengan Toocher. Sebagai contoh yaitu pada Rectal Toucher dan Vaginal Toucher.
Palpasi yang dilakukan pada abdomen meliputi:
a. Permukaan Abdomen
Palpasi pada permukaan abdomen ini dimaksudkan untuk mengetahui
• adanya benjolan atau kerusakan kulit
• ada tidaknya nyeri dan nyeri tekan
• tekstur kulit abdomen
• turgor kulit abdomen
• konsistensi abdomen
• suhu abdomen
b. Hepar/hati
Palpsi hepar dilakukan dengan palasi bimanual, hal ini dimaksudkan dengan tujuan terutama untuk mengetahui bila ada pembesarab hepar. Langkah palpasi hepar :
• Letakkan tangan kiri pada dinding thorak posterior kira-kira pada tulang rusuk ke 11 atau 12.
• Letakkan tangan kiri ke atas sehingga sedikit mengangkat dinding dada.
• Letakkan tangan kanan pada batas bawah tulang rusuk sisi kanan, sudut kira-kira 450 dengan otot rektus abdominal atau parallel terhadap otot rektus abdominal dengan jari-jari kea rah tulang rusuk.
• Pada pasien ekhalasi, lakukan penekanan ke dalam 4-5cm ke arah bawah pada batas tulang rusuk.
• Jaga posisi tangan dan suruh pasien inhalasi (menarik napas dalam).
• Rasakan batas hepar bergerak menentang tangan anda yang secara normal terasa dengan kontur regular. Bila hepar tak terasa/teraba minta pasien untuk mebarik nafas dalam sementara posisi tangan tetap dipertahankan atau lebih sedikit diberi tekanan lebih dalam.
• Bila hepar membesar, lakukan palpasi di batas bawah tulang rusuk kanan.
c. Limpa
Pada orang dewasa yang normal limpa tak teraba, palpasi limpa baru teraba bila terjadi abnormalitas. Langkah melakukan palpasi limpa pada intinya sama dengan hepar, yang membedakan hanya tempat melakukan palpasi. Palpasi limpa dilakukan pada batas bawah tulang rusuk kiri dengan menggunakan pola seperti pada palpasi hepar.
d. Ginjal
Secara anatomis, lobus atau kedua ginjal menyentuh diafragma dan ginjal turun sewaktu inhalasi. Ginjal kanan normalnya lebih mudah dipalpasi daripada ginjal kiri, karena ginjal kanan terletak lenih bawah dari ginjal kiri. Ginjal kanan terletak sejajar dengan tulang rusuk ke-11. Dalam melakukan palpasi ginjal, pasien diatur pada posisi supinasi dan perawat berada pada sisi kanan pasien, langkah-l2ngkah palpasi ginjal adalah:
• Dalam melakukan palpasi ginjal kanan, letakkan tangan kiri di bawah panggul dan elevasikan ginjal ke arah anterior.
• Letakkan tangan kanan pada dinding perut anterior pada garis midclavicularis dari tepi bawah batas costa.
• Tekankan tangan kanan secara langsung ke atas sementara pasien menarik nafas panjang. Pada orang dewasa normal, ginjal tidak teraba tetapi pada orang yang sangat kurus, bagian bawah ginjal kanan dapat dirasakan.
• Bila ginjal teraba, rasakan mengenai kontur (bentuk), ukuran, dan adanya nyeri tekan.
• Untuk melakukan palpasi ginjal kiri lakukan di sisi seberang tubuh pasien, dan letakkan tangan kiri di bawah panggul kemudian lakukan tindakan seperti pada palpasi ginjal kanan.
e. Kandung Kemih
Palpasi kandung kemih dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau dua tangan. Kandung kemih teraba terutama bila mengalami distensi akibat penimbunan urin.
2.2.3 Perkusi
Teknik pemeriksaan ini menggunakan prinsip pantulan getaran gelombang suara, dari ketukan-ketukan yang akan kita lakukan dengan menggunakan jari tangan, dimana salah satu dari jari tangan berfungsi sebagai dasar, dan salah satu jari tangan dari tangan yang lainnya menjadi pengetuk.
Pantulan suara/ suara perkusi yang biasadijumpai diantaranya :
• Sonor
Yaitu suara menggema, biasanya didapati pada daerah paru pada orang yang normal.
• Hypersonor
Yaitu suara menggema yang keras, biasanya dijumpai pada paru-paru dengan kelainan (emphysema, pneumothoraks, hypermeteorisme) serta bagian tubuh yang menggandung udara.
• Tympani
Yaitu suara yang keras, bernada tinggi, biasanya ditemukan pada lambung yang penuh dengan udara, serta usus yang kembung.
• Dullnes
Suara pekak/tumpul yang biasa dijumpai pada objek yang padat seperti hepar.
Pemeriksaan perkusi pada abdomen diantaranya :
a. Lambung
Pada orang normal didapatkan suara sonor sampai tympani
b. Hepar
Didapatkan suara pekak
c. Usus
Pada pemeriksaan perkusi usus pada orang normal didapatkan suara tympani.
d. Kandung Kemih
Perkusi pada kandung kemih yang normal didapatkan suara sonor.
2.2.4 Aukskultasi
Aukskultasi adalah salah satu cara pemeriksaan fisik dengan mendengarkan organ atau bagian tubuh pasien menggunakan stetoskop. Istilah-istilah yang sering digunakan dalam pemriksaan ini diantaranya : ronchi, rochelen, klinken, murmur, wheezing, friksi, dan gallop.
Pemeriksaan aukskultasi pada abdomen yaitu bertujuan untuk mendengarkan bising usus serta pembuluh darah.
Bising usus merupakan suara yang terjadi saat peristaltik yang disebabkan oleh perpindahan gas atau makanan sepanjang mediastinum. Banyak atau sedikitnya bising usus yang didengarkan saat aukskultasi tergantung dari pergerakan atu motalitas usus, normalnya bising usus adalah 5-12kali permenit.
Selain digunakan untuk kedua hal tersebut diatas, pada pasien yang sedang mengalami kehamilan aukskultasi pada abdomen dilakukan untuk mengetahhui DJJ dan kondisi rahim yang dikandung pasien.
Langkah aukskultasi bising usus adalah:
Letakkan diafragma pada tekanan ringan pd tiap kuadran abdomen dan dengarkan suara peristaltik aktif dan gurgling tiap 5-20 detik. Frekuensi suara bergantung pada status pencernaan ada/tdk nya makanan pada saluran pencernaan. Bila bising usus terdengar jarang sekali/tidak ada, dengarkan 3-5 menit sebelum dipastikan.
Langkah aukskultasi pembuluh darah :
Letakkan bagian bel stetoskop diatas aorta, arteri renalis, arteri iliaka. Auskultasi aorta dari arah superior ke umbilikus. Auskultasi arteri renalis dg meletakkan stetoskop pada garis tengah abdomen ke arah kanan kiri garis abdomen bagian atas mendekati panggul. Pada orang normal aukskultasi pembuuh darah tidak didapatkan suara, yang ada hanya detak heart rate dari arteri.
BAB III
ABNORMALITAS
Abnormalitas abdomen merupakan suatu kelainan yang muncul pada abdomen, serta organ-organ yang ada didalam abdomen. Abnormalitas abdomen dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan fisik baik anamnesa maupun melalui IPPA. Dari abnormalitas ini nantinya akan bisa ditelusuri apa yang menyebabkab terjadinya abnormalitas pada daerah tersebut untuk kemudian dicarikan solusi, perawatan dan terapi yang bagaimana yang akan cocok untuk mengatasi masalah tersebut.
Abnormalitas yang mungkin terjadi pada abdomen sesuai dengan cara pemeriksaan fisik yang dilakukan diantaranya :
3.1 Inspeksi
Abnormalitas yang mungkin terjadi pada abdomen adalah:
1. Adanya luka atau luka bekas operasi hingga timbulnya jaringan parut
2. Bila ada luka, adakah pus atau serum
Adanya pus mengartikan bahwa telah terjadi peradangan pada daerah luka.
3. Nodul atau massa yang muncul dipermukaan abdomen.
Nodul atau massa pada abdomen mungkin merupakan suatu tumor baik ganas ataupun tak ganas. Selain itu juga bisa merupakan suatu hernia.
4. Hyperpigmentasi kulit abdomen
Pada pasien yang sedang hamil, hyperpigmentasi atau yang biasa disebut dengan striae ini wajar terjadi, namun bila hal ini terjadi pada pasien yang tidak sedang mengalami kehamilan, maka hal ini terjadi pada pasien yang mengalami asites.
5. Adanya gelombang peristaltic menandakan adnya obstruksi di GI
6. Adanya pulsasi menandakan adanya peningkatan pada aneurisme aortik
7. Bentuk abdomen
Pada pasien dengan marasmus perutnya akan terlihat sangat kurus dan cekung. Sebaliknya pada pasien-pasien yang mengalami sirosis hepatis, biasanya terjadi asites pada perut karena penumpukan cairan yang berlebihan. Selain itu pada pasien dewasa biasanya juga dapat dijumpai perut yang buncit, banyak factor yang mempengaruhinya, dari penumpukan lemak, BAB yang tak lancer, yang kesemuanya itu akan meningkatkan resiko penyakit bagi orang tersebut terlebih resiko PJK.
3.2 Palpasi
Pemeriksaan palpasi abnormal yang mungkin terjadi diantaranya :
1. Teraba nodul atau massa yang muncul dipermukaan abdomen.
Nodul atau massa pada abdomen mungkin merupakan suatu tumor baik ganas ataupun tak ganas. Selain itu juga bisa merupakan suatu hernia.
2. Nyeri dan nyeri tekan
Letak nyeri menjadi pengaruh dari masalah yang terjadi di daerah tersebut, yang nantinya akan mempengaruhi pendiagnosaan serta perawatan dan pemberian terapi atas nyeri yang dirasakan.
Diagnosis banding nyeri :
a. Kwadran kanan atas
• Cholecystitis acute
• Perforasi tukak duodeni
• Pankreatitis acute
• Hepatitis acute
• Acute Congestive Hepatomegali
• Pneumonia dan pleuritis
• Phyelonefritis Acute
• Abses Hepar
b. Kwadran kiri atas
• Ruptura Lienalis
• Perforasi Tukak Lambung
• Pencreatitis Acute
• Rupture Aneurisma Aorta
• Perforasi Colon
• Pneumonia daan Plieuritis
• Phyelonefritis
• Infark Miokard Acute
c. Kwadran para umbilical
• Ileus Obstruksi
• Appendicitis
• Pankreatitis Acute
• Trombosis Arteri /Vena Mesentrial
• Hernia Inguinalis Strangulata
• Aneurisma aorta yang pecah
• Diverculitis
d. Kwadran kanan bawah
• Appendicitis
• Salphingitis Acute
• Graviditas Axtra Uterin yang pecah
• Hernia Inguinalis Incarserata/ Strangulata
• Diverculitis Meckel
• Ileus Regionalis
• Psoas Abses
• Batu Ureter (Colic)
e. Kwadran kiri bawah
• Sigmoid Diverkulitis
• Salphingitis Acute
• Graviditas Axtra Uterin yang pecah
• Torsi Ovarium Tumor
• Hernia Inguinalis Incarserata/ Strangulata
• Perforasi Colon Dedenden (Tumor, Corpus Alineum)
• Psoas Abses
• Batu Ureter (Colic)
3. Raba hepar saat pasien menghirup nafas, bila ujung teraba keras, menandakan sirosis.
4. Ukur jaraknya dari margin costae pada garis midclavicular, bila jarak meningkat kemungkinan terjadi hepatomegali.
5. Raba ginjal, apabila terjadi pembesaran kemungkinan terjadi hidronefrosis, kanker, kista.
6. Periksa nyeri tekan terhadap sudut kostovertebra kemungkinan bila terjadi nyeri tekan pada infeksi ginjal.
7. Adanya kekauan otot pada daerah yang nyeri
3.3 Perkusi
Perkusi abnormal yang mungkin ditemukan dalam pemeriksaan fabdomen adalah:
1. Bunyi pekak pada sebagian besar abdomen terlebih pada bagian atas, dapat ditemukan pada pasien dengan sirosis hepatis yang asites.
2. Pada daerah lambung terdengar pekak, disebabkan karena hepatomegali ataupun slenomegali.
3. Pada Vesika Urinaria terdaengar sonor, disebabkan karena adanya retensi urine dalam vedika urinaria.
3.4 Aukskultasi
1. Penurunan atau peningkatan bising usus.
Bising usus meningkat pada saat seseorang mengalami diare, dan menurun pada saat seseorang konstipasi.
2. Adanya desiran menandakan adanya stenosis arteri renalis.
Sisebabkan karena arteri renalis mengalami perforasi
3. Friction rubs menandakan adanya tumor hear, infark splenikus.
DAFTAR PUSTAKA
Bates, Barbara. 1998. Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Edisi 2. Jakarta : EGC.
Gibson, John. 2003. Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2. Jakarta: EGC.
Priharjo, Robert. 1995. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Rahardjo, Djoko Setijadji. 2001. Pedoman Praktis Pengkajian Fisik Secara Umum. Surabaya: Cipta Usaha Makmur.
Syaifiddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC